Reportika.co.id || Kota Bekasi – Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Publik Indonesia (Puspolrindo), Yohanes Oci, menyoroti lambatnya penyelesaian pembangunan Pasar Kranji Baru yang hingga kini tak kunjung rampung. Ia menilai kondisi tersebut telah merugikan banyak pedagang yang kehilangan sumber penghidupan.
Menurut Yohanes, proyek tersebut mencerminkan lemahnya kinerja serta minimnya pengawasan dari Pemerintah Kota Bekasi, baik dalam proses tender maupun dalam tanggung jawab sosial terhadap pedagang yang terdampak.
“Kalau kita bicara Pasar Kranji Baru, ini bukan cuma soal bangunan yang belum selesai. Ini sudah jadi cermin masalah manajemen proyek dan lemahnya pengawasan pemerintah daerah. Tendernya harus ditelusuri ulang, jangan-jangan dari awal sudah ada persoalan di prosesnya,” ujar Yohanes Oci, Selasa (12/11/2025).
Ia menegaskan, proyek seperti ini seharusnya menjadi prioritas karena menyangkut hajat hidup banyak orang. Pemerintah, kata Yohanes, terlalu fokus pada aspek teknis pembangunan dan melupakan dampak sosial yang dialami para pedagang.
“Jangan hanya bicara pembangunan fisik, tapi lihat juga dampak sosialnya. Para pedagang ini sudah lama direlokasi, hidup mereka bergantung dari berdagang. Tapi sekarang malah terlantar, tanpa kepastian. Ini ironis,” ujarnya dengan nada tegas.
Yohanes juga menyoroti minimnya koordinasi antarinstansi yang menyebabkan proyek tersebut mangkrak. Ia menduga ada persoalan serius pada tahap perencanaan dan pelaksanaan tender.
“Kalau tendernya beres, kontraktornya bekerja sesuai aturan, dan pengawasannya jalan, nggak mungkin mangkrak selama ini. Artinya ada yang harus dievaluasi mulai dari siapa yang menang tender, progresnya sejauh mana, dan kenapa bisa mandek. Ini perlu dibuka ke publik,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yohanes menilai proyek Pasar Kranji Baru harus menjadi momentum bagi Pemkot Bekasi untuk membenahi tata kelola proyek publik. Ia menilai masyarakat mulai kehilangan kepercayaan karena tidak ada kejelasan hasil pembangunan tersebut.
“Kepercayaan publik itu mahal. Kalau pemerintah lamban dan nggak transparan, masyarakat pasti curiga. Bekasi ini kota besar, mestinya tata kelola proyek juga harus profesional,” katanya.
Selain itu, Yohanes juga meminta DPRD Kota Bekasi untuk menjalankan fungsi pengawasannya secara maksimal. Menurutnya, DPRD tidak boleh diam dan harus memastikan proyek berjalan sesuai aturan.
“DPRD itu punya hak kontrol. Harusnya mereka panggil pihak-pihak yang terlibat, minta penjelasan detail. Jangan nunggu ada masalah besar baru ribut. Fungsi pengawasan itu harus dijalankan dari awal,” tegasnya.
Ia juga menyoroti nasib para pedagang yang sudah puluhan tahun berjualan di Pasar Kranji namun kini tak memiliki tempat tetap.
“Bayangkan, pedagang yang puluhan tahun jualan di sana sekarang nggak punya tempat tetap. Mereka bayar retribusi, mereka warga yang taat aturan, tapi sekarang seolah ditinggalkan. Pemerintah jangan tutup mata. Kasih solusi yang manusiawi,” ujar Yohanes.
Sebagai solusi, Yohanes mendorong pembentukan tim evaluasi independen yang melibatkan akademisi, pengamat, dan perwakilan pedagang agar hasilnya objektif dan transparan.
“Kalau Pemkot Bekasi mau serius, bentuk tim evaluasi independen. Jangan cuma audit teknis, tapi audit sosial juga penting.Dengar suara pedagang, lihat langsung kondisi di lapangan. Dari situ baru kelihatan apa yang sebenarnya salah,” tutupnya.
Sule













