Oknum Lurah Kranji Bekasi Usir Wartawan, Puspolrindo : Arogansi Kekuasaan

Reportika.id || Kota Bekasi — Sikap tidak kooperatif kembali dipertontonkan oleh Lurah Kranji ketika mengusir wartawan yang hendak meliput rapat koordinasi terkait program Rp100 juta per RW. Peristiwa tersebut menuai reaksi keras dari Direktur eksekutif Pusat Studi Politik dan Pemerintahan Indonesia (Puspolrindo), Yohanes Oci menilai tindakan itu mencederai prinsip transparansi penyelenggaraan pemerintahan.

 

Yohanes Oci menyampaikan keprihatinannya atas tindakan Lurah Kranji tersebut.

 

“Kita ini hidup di era pemerintahan yang dituntut terbuka. Ketika seorang lurah mengusir wartawan dari ruang rapat, itu bukan sekadar tindakan emosional tapi itu bentuk arogansi kekuasaan. Wartawan itu kan menjalankan fungsi kontrol sosial yang dijamin undang-undang,” ujar Yohanes Oci (26/11).

 

Yohanes menilai, rapat koordinasi program yang melibatkan anggaran publik seharusnya dibuka seluas-luasnya untuk pemantauan masyarakat, termasuk media. Menurutnya, sikap Lurah Kranji justru memperlihatkan adanya ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam mengelola informasi secara profesional.

 

“Yang dibahas jelas program yang menggunakan uang rakyat. Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban. Pak Tri Adhianto (Wali Kota Bekasi) harus mengingatkan seluruh jajarannya bahwa keterbukaan informasi adalah bagian dari pelayanan publik, bukan ancaman,” katanya.

 

Ia menegaskan bahwa aparat pemerintah daerah semestinya memahami bahwa hubungan dengan media adalah kemitraan strategis, bukan relasi kekuasaan. Karena itu, tindakan pengusiran wartawan menunjukkan adanya pola pikir lama yang tidak sejalan dengan reformasi birokrasi.

 

“tidak boleh ada lagi pejabat publik yang merasa ruang rapatnya bisa diperlakukan seperti ruang privat. Itu ruang publik, dan media punya hak untuk hadir. Seharusnya apabila ada hal-hal tertentu yang bersifat teknis internal, jelaskan baik-baik bukan malah mengusir,” tambahnya.

 

Ia pun meminta Wali Kota Bekasi untuk turun tangan memastikan kejadian serupa tidak terulang. Ia menilai perlunya pembinaan etik komunikasi publik bagi para lurah dan perangkat wilayah agar mereka memahami standar interaksi yang menghormati jurnalis dan masyarakat.

 

“Ini alarm bagi Pemkot. Jangan dibiarkan. Pemerintah harus hadir, memberikan pembinaan, bahkan evaluasi jika diperlukan. Kita ingin aparat yang melayani dengan rendah hati, bukan yang memupuk ego jabatan.” tegasnya.

 

Di akhir pernyataannya, Yohanes menegaskan bahwa peran media adalah bagian tak terpisahkan dari demokrasi lokal. “Kalau ruang publik tidak ramah terhadap jurnalis, itu pertanda ada yang perlu dibenahi dalam budaya birokrasi kita.” tutupnya.

 

Peristiwa pengusiran wartawan di Kranji ini menambah daftar panjang dinamika hubungan antara pejabat wilayah dan media lokal. Publik kini menunggu langkah tegas Pemerintah Kota Bekasi untuk memastikan bahwa keterbukaan informasi tidak hanya menjadi jargon, tetapi benar-benar dijalankan hingga level terbawah pemerintahan.

 

Sule

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *