Ketua RW di Jakasampurna Soroti Kejanggalan Administrasi Program RW Bekasi Keren

Reportika.id || Bekasi — Sebanyak 23 Ketua RW di Kelurahan Jakasampurna menandatangani kontrak pelaksanaan Program Penataan Lingkungan RW Bekasi Keren di Kantor Kelurahan Jakasampurna, Kecamatan Bekasi Barat, Kamis (20/11/2025) malam. Setiap RW dijanjikan menerima anggaran sebesar Rp100 juta setelah proses administrasi dinyatakan lengkap.

 

Namun di balik penandatanganan tersebut, muncul kritik dari Ketua RW 014 Jakasampurna, Deddy J.S. Yahya, yang menilai adanya kejanggalan dalam mekanisme administrasi—khususnya kewajiban tanda tangan kuitansi sebelum dana dicairkan.

 

Deddy mengatakan, kewajiban menandatangani kuitansi penerimaan dana sebelum anggaran masuk bertentangan dengan prinsip dasar pengelolaan keuangan.

 

“Saya tanda tangan kuitansi yang seolah-olah sudah menerima dana, padahal dana belum masuk. Harusnya uang diterima dulu baru tanda tangan, karena bunyi kuitansinya ‘telah menerima’,” tegasnya.

 

Ia juga mempertanyakan perubahan informasi mengenai sumber anggaran yang awalnya disebut sebagai dana hibah, namun kemudian diarahkan sebagai APBD murni.

 

“Kalau ini APBD murni, pembelanjaannya secara hukum hanya berhenti di camat atau lurah. Dari mana dasar bahwa RW harus ikut membelanjakan?” ujarnya.

 

Sebagai praktisi hukum, Deddy menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 23 Tahun 2025, camat merupakan Pengguna Anggaran (PA) dan lurah bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Dengan demikian, RW tidak memiliki kewenangan maupun risiko hukum dalam pengelolaan APBD.

 

“Secara hukum RW tidak punya kewenangan mengelola APBD. Harusnya pertanggungjawaban berhenti di camat dan lurah. Disebutkan dalam sosialisasi RW yang bertanggung jawab—ini rancu,” kata Deddy.

 

Ia juga menyoroti waktu pelaksanaan yang dinilai sangat singkat. Pokmas, yang menjadi pelaksana teknis, harus menyelesaikan seluruh kegiatan dan laporan dalam waktu kurang dari 10 hari tanpa dukungan biaya operasional.

 

“Transportasi, konsumsi, semuanya pakai uang pribadi. Ini membebani pokmas,” keluhnya.

 

Saat usai penandatanganan terpisah, Lurah Jakasampurna Muhammad Wildan Nuky Fahmi membantah adanya masalah dalam proses administrasi. Menurutnya, seluruh RW telah menyetujui mekanisme program tanpa adanya keberatan.

 

“Semua RW menerima, tidak ada konflik. Pokmas juga sudah terbentuk,” kata Wildan.

 

Terkait tanda tangan sebelum pencairan dana, Wildan menyebut hal tersebut adalah prosedur resmi dalam mekanisme program.

 

“Memang begitu aturannya. Kontrak ditandatangani dulu, baru anggarannya cair,” jelasnya.

 

Ia menegaskan bahwa sesuai Perwal, pelaksanaan kegiatan berada di tangan pokmas, bukan RW, sedangkan KPA berada pada jabatan lurah.

 

“Pelaksananya pokmas, sesuai Perwal dan aturan LKPP. KPA tidak wajib punya sertifikat Barjas, yang wajib itu PPK,” ungkapnya.

 

Wildan berharap pelaksanaan program dapat berjalan lancar tanpa kesalahan administratif maupun teknis.

 

“Semoga kegiatan terlaksana dengan baik dan tanpa kendala,” pungkasnya.

 

Sule

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *