Reportika.id || Karawang, Jabar – Dibalik riuh kontestasi politik tingkat Desa, tersimpan sebuah luka yang menjelma menjadi energi perjuangan. Bagi Tomy, calon Kepala Desa Cikampek Selatan, langkah maju ke arena pemilihan bukan semata mengejar jabatan, melainkan ikhtiar memulihkan martabat tanah kelahirannya yang kerap dilabeli dengan satu kata yang menyakitkan, yakini kumuh.
Sering kali, perubahan besar tidak lahir dari ruang rapat berpendingin udara, melainkan dari kegelisahan batin yang terus mengusik. Hal inilah yang diakui Tomy sebagai pemantik utama niatnya mengabdi.
Ia mengaku kerap merasa tersentak setiap kali mendengar Cikampek Selatan disebut sebagai wilayah yang tidak tertata.
“Motivasi saya muncul dari dorongan hati untuk mengabdi. Saya merasa sakit hati ketika mendengar Cikampek Selatan dilabeli kumuh,” ujarnya dengan nada tenang namun penuh ketegasan.
Meski stigma tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi enam dusun yang ada, sejumlah titik lingkungan yang terbengkalai telah membentuk persepsi negatif yang melekat kuat di benak publik.
Baca juga:
Bagi Tomy, seorang pengusaha yang terbiasa bekerja dengan ukuran efektivitas dan hasil, ketimpangan infrastruktur serta rendahnya kesadaran lingkungan bukanlah sekadar catatan masalah, melainkan tantangan nyata yang menuntut solusi konkret, bukan retorika.
Di hadapan warga, Tomy memilih jalur yang tidak lazim dalam praktik politik pada umumnya. Ia enggan menebar janji muluk. Baginya, restu orang tua dan kepercayaan masyarakat jauh lebih bernilai dibanding manuver politik yang rumit.
Jika dipercaya memimpin, Tomy telah menyiapkan lima pilar utama sebagai arah pembangunan Cikampek Selatan:
- Sanitasi Total – Gerakan kolektif membersihkan dan menata lingkungan bersama warga
- Pilar Karakter – Penguatan pendidikan keagamaan dan pembentukan akhlak generasi muda.
- Digitalisasi Desa – Pemanfaatan media sosial untuk transparansi pelayanan dan informasi publik.
- Keadilan Infrastruktur – Pemerataan pembangunan tanpa tebang pilih antarwilayah.
- Modal Sosial – Penguatan harmoni, kebersamaan, dan semangat gotong royong.
“Saya tidak ingin memberi janji apa pun hari ini. Namun jika Allah memberikan ridho dan amanah, saya ingin Cikampek Selatan tumbuh menjadi Desa yang mandiri dalam berbagai aspek,” tuturnya.
Apa yang dihadapi Cikampek Selatan sejatinya adalah potret kecil dari persoalan ribuan desa di Indonesia: pembangunan yang belum merata dan kesadaran kolektif yang masih perlu ditumbuhkan.
Namun, ketika seorang warga memilih meninggalkan kenyamanan dunianya sebagai pengusaha demi mengurusi persoalan selokan, sampah, dan kesejahteraan tetangga, di situlah harapan perlahan menemukan bentuknya.
Perjuangan Tomy akan memasuki titik penentuan pada 28 Desember 2025 mendatang. Akankah rasa “sakit hati” atas stigma kumuh ini berhasil diterjemahkan menjadi energi perubahan? Ataukah Cikampek Selatan akan tetap berjalan di tempat dengan label yang sama?
Pada akhirnya, jabatan Kepala Desa bukanlah hadiah, melainkan beban tanggung jawab. Tanggung jawab untuk mengembalikan martabat warga. Sebab kemandirian desa tidak lahir dari instruksi pusat, melainkan dari hati seorang pemimpin yang tersentak ketika tanah kelahirannya direndahkan.
(Yuli)













