Reportika.id || Bekasi – Reportika.id Gelombang korupsi di Kabupaten Bekasi mencerminkan kegagalan sistemik pengelolaan anggaran publik, dengan tiga kasus utama: penyalahgunaan tunjangan perumahan DPRD oleh Kejati Jabar, korupsi dana hibah NPCI, serta OTT KPK terhadap Bupati Ade Kuswara Kunang pada 18 Desember 2025, merugikan negara puluhan miliar rupiah.
Rangkaian Peristiwa LengkapTunjangan Perumahan DPRD (2022-2024): DPRD Bekasi minta kenaikan tunjangan; mantan Sekwan Rahmat Atong S (RAS) tunjuk KJPP Antonius via SPK 27/2022, hasil Rp42,8 juta (Ketua), Rp30,35 juta (Wakil), Rp19,8 juta (anggota) ditolak; Wakil Ketua Soleman S hitung ulang mandiri tanpa dasar PMK 101/2014, bayar lebih tinggi rugikan Rp20 miliar; Kejati Jabar tetapkan tersangka 9 Desember 2025.
Dana Hibah NPCI (2024): NPCI terima Rp12 miliar APBD untuk atlet difabel; Ketua KD dan Bendahara NY buat laporan fiktif, salahkan Rp2 miliar kampanye caleg, Rp1,7 miliar pribadi, beli dua mobil; rugi Rp7,1 miliar; Polres Metro Bekasi tetapkan tersangka akhir November 2025, jerat UU Tipikor Pasal 2(1), 3, 8, 9.
OTT KPK Bupati Bekasi (18 Desember 2025): KPK tangkap 10 orang termasuk Bupati Ade Kuswara Kunang (PDIP), ayahnya HM Kunang; geledah dan segel ruang kerja bupati; dugaan suap proyek dan pemerasan via kejaksaan; dibawa ke Gedung KPK untuk pemeriksaan 1×24 jam KUHAP.
Analisis Hukum Mendalam menurut Joni Sudarso, S.H., M.H., c.PLA (Direktur AMPUH INDONESIA) menilai ketiga kasus memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 tentang Tipikor, yaitu memperkaya diri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan wewenang yang merugikan keuangan negara, serta Pasal 3 soal penggelapan anggaran publik.
Baca juga:
Modus penghitungan fiktif tunjangan melanggar prinsip pertanggungjawaban keuangan negara (PPK) dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, di mana setiap pengeluaran harus berbasis bukti sah seperti KJPP independen sesuai PMK 101/2014; hibah NPCI tanpa laporan riil bertentangan Pasal 74 UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mewajibkan transparansi APBD.
Pendidikan hukum kepada Masyarakat perlu pahami bahwa gratifikasi (Pasal 12B UU Tipikor) mencakup suap terselubung, dengan ancaman pidana 4-20 tahun; pencegahan via audit BPK dan e-budgeting wajib dikuasai ASN untuk hindari konflik kepentingan.
Kajian Politik dan Dampak yang disampaikan oleh Direktur AMPUH INDONESIA melihat pola korupsi struktural eksekutif-legislatif daerah akibat lemah pengawasan internal partai seperti PDIP dan Gerindra di Bekasi, melanggar etika politik UU No. 2/2011 tentang Parpol.
OTT beruntun sinyal KPK perkuat penindakan akhir 2025 per UU No. 30/2002, picu reshuffle politik lokal, evaluasi hibah APBD pra-pilkada, serta destabilisasi pemerintahan Bekasi yang dorong transparansi dana publik melalui LHP BPKP.
Direktur AMPUH INDONESIA mengajak Warga dapat awasi via aplikasi LAPOR! dan hak informasi publik (UU No. 14/2008) untuk cegah kolusi, memastikan akuntabilitas pemimpin daerah
Ramzi













