Ciderai Demokrasi, Netralitas Aparat Desa, dan Dugaan Perjanjian Politik Uang di Pilkades Cikampek Selatan

Reportika.id || Karawang, Jabar – ​Penghujung tahun 2025, tepatnya bulan Desember 2025, sembilan Desa di Kabupaten Karawang akan melaksanakan pemilihan Kepala Desa atau Pilkades.

 

Tahapan demi tahapan sudah dilalui oleh para peserta Pilkades, termasuk pengundian nomor urut dan kampanye.

 

Kontestasi pemilihan tingkat Desa ini memang seringkali membuat tensi politik sedikit menghangat, hal itu wajar karena pemilihan dilakukan hanya di ruang lingkup Desa saja.

 

Ajang pemilihan Kepala Desa juga dianggap sebagai pesta rakyat, untuk menentukan pemimpin baru di Desa yang melaksanakan Pemilihan.

 

Masyarakat, tentu berharap pemilihan Kepala Desa tersebut berjalan kondusif dan aman, serta netralitas Aparatur Desa aktif, seringkali jadi perhatian.

‎Seperti yang terjadi di Desa Cikampek Selatan, Kontestasi Pilkades justru dikotori oleh keberpihakan oknum Aparat Desa, yang terang-terangan mendukung salahsatu Calon.

 

‎​Catatan lapangan mengonfirmasi sebuah potret buram di kubu nomor urut 4, yang ditempati oleh YS, terlihat barisan aparat Desa, dari tingkat RT hingga RW yang merangkap fungsi sebagai tim Sukses atau Kader.

‎Dimana mereka yang seharusnya menjaga netralitas, malah justru sebaliknya. Berpose di sepanduk salah satu Calon, dengan mengacungkan jari sesuai dengan nomor urut yang didukungnya.

 

Malahan, beredar Catatan yang bertuliskan :

RELAWAN ALM HERU SOPANDI

SURAT PERJANJIAN KESEPAKAT

Terdapat empat poin dalam kesepakatan tersebut, dan ditandatangani lengkap dengan materai oleh Calon Kepala Desa YS

 

Lucunya, salah satu poin, tepatnya poin ke-3, berbunyi “SIAP DENGAN UANG KEROHIMAN (DUIT CENDOL), hal itu tentu mengarah kepada politik uang atau money politic.

 

Baca juga:

‎​Ketika Aturan hanya dijadikan Kertas, ‎​Kita semua tahu, regulasi bukanlah saran, melainkan perintah. Peraturan perundang-undangan di negeri ini telah memagari dengan tegas: aparat Desa dilarang keras terlibat dalam politik praktis, apalagi menjadi pendukung salah satu pihak dalam kontestasi. Larangan ini bukan tanpa alasan.

 

‎​RT dan RW adalah ujung tombak pelayanan publik.

‎Mereka memegang data, mereka memegang akses, dan mereka memiliki pengaruh langsung di depan pintu rumah warga. Ketika mereka memihak, maka:

 

‎​Netralitas pelayanan menjadi taruhan. 

‎​Potensi intimidasi halus menyusup di sela-sela administrasi.

‎​Keadilan kontestasi gugur sebelum penghitungan suara dimulai.

‎​Jika wasit sudah merangkap menjadi pemain, kepada siapa warga Karawang harus menitipkan harapan akan pemilu yang jujur?

 

‎​Karawang: Bukan Sekadar Angka dan Suara

‎​Kabupaten Karawang adalah lumbung pangan dan industri, namun kemajuan daerah ini akan keropos jika fondasi desanya dibangun di atas kecurangan yang dibiarkan. Kebermanfaatan Pilkades bukan hanya tentang siapa yang menang, tapi tentang bagaimana kemenangan itu diraih.

‎​Kemenangan yang dipaksakan lewat tangan-tangan aparat desa hanya akan melahirkan kepemimpinan yang defisit legitimasi. Warga Cikampek Selatan tidak butuh pemimpin yang lahir dari “main mata” dengan birokrasi kecil. Mereka butuh sosok yang berani berdiri di atas kaki sendiri, bukan yang dipapah oleh jabatan-jabatan lingkungan yang disalahgunakan.

‎​Pesan untuk Para Penjaga Desa

 

‎​Ini adalah pengingat bagi kita semua, terutama bagi mereka yang sedang mabuk kuasa di level Desa. Jabatan RT, RW, maupun perangkat Desa lainnya adalah amanah pelayanan, bukan instrumen mobilisasi suara.

‎​Jangan biarkan seragam dan stempel negara menjadi alat pemecah belah warga. Jangan biarkan Pilkades hanya menjadi ajang bagi-bagi pengaruh yang mengorbankan kerukunan tetangga.

 

‎​Catatan penutup untuk kita renungkan:

‎Demokrasi Desa adalah ujian nyali.

‎Apakah kita memilih patuh pada aturan, atau justru larut dalam godaan kepentingan sesaat? di Cikampek Selatan, publik sedang menonton. Di Karawang, sejarah sedang mencatat.

‎​Jangan sampai sejarah mencatat kita sebagai generasi yang membiarkan aturan mati di tangan mereka yang seharusnya menjaganya.

‎​Sebab di balik setiap surat suara, ada harapan warga yang tidak boleh dikhianati.

 

 

Opini

Oleh: Liea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *