Reportika.id || Kota Bekasi – Komisi reformasi Polri telah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat hari Jumat, 07 November 2025.
Direktur eksekutif PuspolrindoI, Yohanes Oci menyampaikan pandangannya bahwa reformasi tidak boleh berhenti hanya pada satu institusi. Ia menegaskan bahwa seluruh lembaga negara, termasuk kementerian dan badan-badan pemerintahan perlu menjalani proses pembenahan menyeluruh untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
“Jangan hanya kepolisian saja yang direformasi, ini terkesan sentimen sekali dengan institusi ini. Semua lembaga negara dan kementerian juga harus direformasi. Akar persoalan bangsa ini bukan hanya pada penegakan hukum, tetapi juga pada sistem birokrasi yang belum sepenuhnya transparan dan berorientasi pada pelayanan publik,” tegas Yohanes Oci saat dimintai pandangannya (10/11)
Selama dua dekade terakhir dikatakannya, reformasi di Indonesia sering kali berjalan secara parsial dan tidak menyentuh akar persoalan kelembagaan. Problem integritas dan profesionalisme tidak hanya terjadi di kepolisian, tetapi juga di sejumlah kementerian dan lembaga yang menjadi pengambil kebijakan publik. Jika pemerintah serius ingin mewujudkan pemerintahan yang bersih, reformasi kelembagaan harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan.
“Reformasi seharusnya menjadi agenda nasional lintas sektor, bukan hanya tanggung jawab satu institusi. Kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah harus dievaluasi secara terbuka terkait kinerja, pelayanan publik, dan penggunaan anggaran. Tanpa itu, reformasi hanya menjadi jargon politik tanpa hasil nyata,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya penguatan sistem pengawasan internal dan eksternal dalam setiap lembaga negara. Menurutnya, reformasi kelembagaan tidak cukup hanya dengan pergantian pejabat atau revisi regulasi, tetapi harus dibarengi dengan perubahan pola pikir dan budaya birokrasi. Transparansi, meritokrasi, dan partisipasi publik harus menjadi tiga pilar utama dalam agenda reformasi nasional.
“Kalau kita bicara soal kepercayaan publik, itu tidak hanya bergantung pada kepolisian. Masyarakat juga menilai kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah dari cara mereka melayani rakyat. Reformasi berarti memperbaiki sistem agar semua lembaga memiliki integritas dan efisiensi yang sama,” ujarnya
Ditegaskannya banyak kasus penyalahgunaan anggaran, konflik kepentingan, dan lemahnya koordinasi antarinstansi yang muncul karena belum adanya reformasi birokrasi yang utuh. Hal ini menunjukkan bahwa reformasi kelembagaan tidak boleh hanya reaktif terhadap kasus, tetapi harus menjadi strategi jangka panjang untuk membangun kepercayaan publik terhadap seluruh instrumen negara.
“Harusnya berbasis pada evaluasi kinerja, bukan sekadar pada opini politik atau tekanan publik. Harus ada indikator capaian yang jelas dan terukur. Ini penting agar publik bisa menilai sejauh mana reformasi benar-benar dilaksanakan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ia mengingatkan bahwa keberhasilan reformasi kelembagaan bergantung pada komitmen politik nasional. Presiden, DPR, dan lembaga penegak hukum harus bersinergi dalam membangun sistem pemerintahan yang bersih dan berkeadilan. Tanpa kemauan politik yang kuat, reformasi akan kehilangan arah.
“Kalau hanya satu lembaga yang jadi sorotan, sementara yang lain dibiarkan stagnan, kita tidak akan pernah keluar dari lingkaran krisis kepercayaan publik,” tutupnya.
Sule













